Rabu, 03 Januari 2018

Menyembah syatihon

      
Ini ada tulisan dari Ki Ageng Suryo Mentaram tentang penyembahan kepada Tuhan. Silakan disimak.

----------------------

MENYEMBAH YANG KUASA 
Hal. 1/2
PENGANTAR
Orang sering ingin menyembah dan merasa sudah menyembah pada Yang Kuasa. Hal itu terdorong oleh berbagai ajaran yang diperolehnya. Salah satu ajaran menerangkan bahwa rumah itu ada pembuatnya yakni manusia, maka bumi dan langit dengan semua isinya pasti ada juga pembuatnya, yaitu Yang Kuasa. Ia dinamakan Yang Kuasa sebab ia kuasa membuat apa saja yang tak mungkin dibuat oleh manusia. Bahkan Yang Kuasa itu pun memberikan hidup serta penghidupan jiwa dan raganya. Malah, anak, istri, dan suaminya juga pemberian Yang Kuasa. Angin, hujan, matahari dan lain-lain termasuk pemberian Yang Kuasa.

Oleh karena Yang Kuasa itu yang memberikan segala sesuatu, maka pantas sekali jika orang memohon dan menghaturkan terima kasih kepadanya. Andaikata ia tidak diberi matahari, betapa besarnya biaya langganan listrik Aniem (nama perusahaan listrik zaman kolonial Belanda) yang harus dibayarnya. Oleh karenanya orang lalu menyembah dan memohon kepada Yang Kuasa.

Adapun cara menyembahnya berbagai macam. Ada yang dengan membakar dupa/kemenyan di depan pohon besar. Ada yang memberi sesajen di jalan perempatan (simpang empat). Ada yang memuja sesuatu dan sebagainya.

Menyembah Yang Kuasa dengan menghaturkan terima kasih tidak selalu dapat dijalankan, karena pada waktu orang menderita sakit atau mengalami kesusahan, ia tidak yakin bahwa sakitnya dan kesusahannya itu pemberian Yang Kuasa, sehingga ia mengurungkan niatnya. Pikirnya, mustahil Yang Kuasa memberikan sakit dan kesusahan pada umatnya. Perbuatan itu bertentangan dengan kekuasaannya yang bisa dianggap sewenang-wenang.

Apabila timbul masalah seperti di atas, orang lalu diberi penjelasan, bahwa pemberian yang lebih baik dari Yang Kuasa ialah setelah orang meninggal dunia. Apabila ia menyembah dengan sungguh hati, ia akan memperoleh kemuliaan abadi setelah mati.

Di sini maksud menyembah sudah berubah. Kalau maksud semula untuk menghaturkan terima kasih, sekarang untuk memperoleh kemuliaan setelah mati, dengan kata lain sebagai sogokan. Lagi pula orang menderita kesusahan pada waktu sekarang, sabarkah ia menanti kemuliaan setelah mati. Tentu tidak, sebab daya upayanya mengatasi kesusahan belum habis.

Dalam persoalan di atas kepada orang itu diajarkan lagi, apabila ia benar-benar memohon sepenuh hati kepada Yang Kuasa, pasti akan dikabulkan keinginannya dalam hidupnya sekarang. Peribahasanya: siapa patuh akan dikaruniai.

Hal tersebut jika dipikirkan, jelas tidak nalar. Karena kalau semua permohonan bisa dikabulkan, jagat dengan semua isinya menjadi kacau. Misalnya petani mohon hujan, sedang pemain ketoprak mohon cuaca terang. Sulitlah dua macam permohonan yang bertentangan itu dilaksanakan. Maka menyembah demikian itu tidak masuk di akal.

Jadi, menyembah dengan maksud menghaturkan terima kasih, tidak dapat dilakukan bila orang sedang sakit atau susah. Menyembah dengan maksud memperoleh kemuliaan setelah mati, orang pasti tak sabar menanti. Menyembah dengan maksud agar dikabulkan permohonannya, pasti tidak dapat terkabul semua.
Adapun cara menyembah yang masuk di akal, ialah apabila orang mengerti:

Yang menyembah itu apa?
Yang disembah itu apa?
Bagaimana cara menyembahnya

--------------------
Karena Ki Ageng SM sudah wafat, maka lontaran pertanyaan itu kiranya perlu saya jawab agar masyarakat luas dapat lebih jelas dalam memahami masalah penyembahan.

Jawabannya :
1. Yang menyembah itu SETAN
2. Yang disembah itu ANGAN-ANGANNYA SETAN
3. Caranya menyembah banyak aturannya sesuai kemauan dan keinginan si SETAN.

Karena hal ini bukan tanpa dasar. Tetapi berdasarkan pengkajian yang sahih terhadap makna hakikat dari apa yang tertulis dalam pengetahuan-pengetahuan kerohanian yang mendalam (esoterik / asror).
Yaitu mengacu pada istilah Kitab Taurat tentang Saetiton. Pada waktu 3000 tahun yg lalu, sebelum manusia mengenal istilah "ego" yang mana pertama kali digunakan oleh Immanuel Kant pada abad-17 dan dielaborasi menjadi sebuah cabang ilmu psikologi oleh Sigmund Freud pada awal tahun 1900-an, semenjak 3000 tahun yg lalu manusia sudah tentu mengenal fenomena ego, dan kata "HaSatan" (Ibr; Arab = Syaithon) itulah yang digunakan untuk merujuk pada fenomena itu. Jadi, ego itu adalah Syaithon.

Rujukan :
- https://ibb.co/fXjcWb
- https://ibb.co/mLavHG
- https://ibb.co/cBgAHG
- https://jacobisrael.com/2012/05/07/mans-ego-is-the-devil/

Kalu kita baca dalam kitab disebutkan bahwa Syaithon adalah mahluk yang paling setia dan banyak menyembah Allah. Maka syatihon termasuk ke dalam golongan Malaikat, syatihon dimurkai Allah karena ia tidak mau tunduk pada Adam.

Rujukan : https://ibb.co/emCVZw

Kalau, Adam adalah term yg digunakan untuk merujuk pada "Human" (Manusia). "Adam Qadmon" artinya "protoype-human" atau "cetak-biru manusia". ini tidak bertentangan bila dikatakan Syaithon tidak mau tunduk pada Adam, karena dalam kamus Ibrani juga disebutkan bahwa arti kata "Satan" adalah "musuh manusia". Kalau anda perhatikan secara mendalam pada fenomena di dunia nyata, maka yang menyebabkan antar satu manusia dengan manusia lain saling bermusuhan adalah ego. Sumber kecongkakan itu apa kalau bukan ego?.
. . Manusia memusuhi manusia lainnya karena memang ego. Sedangkan musuh manusia adalah setan, Paham......

Jadi, seperti contoh kasus di atas yang dipertanyakan oleh Ki Ageng Mentaram tersebut maka bisa kita jawab bahwa yang menyembah-nyembah meminta-minta, atau menyembah-nyembah dengan maksud kemuliaan , atau menyembah-nyembah dengan maksud menghaturkan permohonan, imbalan semua itu tiada lain adalah setan (ego) sendiri yang sedang menyembah angan-angannya sendiri.

Maka jangan heran bila setan senang sekali dipuja-puji sebagai yang Maha Kuasa, karena ia memang ingin jadi yang nomor satu tertinggi dan berkuasa di atas segala sesuatunya. Dengan demikian, maka menyembah semacam itu dapat hadiah-hadiah yang menyenangkan tapi menjerat,...bagai diberi morfin penghilang rasa sakit atau shabu-shabu yang memabokkan tetapi akhirnya mencandu dengan dosis yang harus semakin berat, dengan cara dan aturan yang semakin aneh-aneh berbelat-belit. Sampai dengan taraf kronis, jangan heran kalau kekejian dianggap sebuah kesucian.

Saat kesadaran (awareness)-mu tertutup menjadi buta, ...saat inisiatif kemerdekaan dalam pribadimu padam total semata patuh pada sang Master di belakang mimbar.....itulah saatnya engkau sepenuhnya dalam cengkeraman tangan Setan.
Jiwa anda tidak berani berontak melepaskan diri karena memang sudah dikunci dengan rasa ketakutanmu sendiri, akibatnya jadi rajin menyembahnya setiap hari :  Setan dengan segala kekejian dan kedustaannya pun kau lihat bagai Tu(h)an yang "maha adil".
Tetapi bagaimanapun juga, karena kita hidup di masyarakat yang majemuk, maka setiap warga negara seharusnya menghargai dan menghormati hak pilihan warganya yang lain, tentu segala sesuatu harus dikemukakan dengan obyektifitas kejujuran. Oleh karena itu, TS kali ini saya tutup dengan ucapan kepada pembaca semoga menemukan makna Penyembahan Sejati kepada Gusti Kang Murbeng Dumadi (Tuhan Semesta Alam, Elohim HaOlam Tuhan Allah) untuk para bonek ngotot menang pada team kesebelasan bola sepaknya saya juga turut  ucapkan: selamat menjalankan amal ibadahmu kepada Setan.

Rahayu!

Tidak ada komentar:

PREPEGAN

– Apa yang ada dibenak anda ketika mendengar kata Prepegan ? Masyarakat Desa kebumen tentu tidak asing lagi mendengar kata Prepe...