Rabu, 25 Juli 2018

Iman dan nur iman


Orang-Orang sering meributkan dan menjadi sensitif kalau sudah berbicara sampai ke dalam hal keimanan.
Saya tidak keberatan kalau seseorang memeluk erat imannya. Hanya saja, saya ingin menunjukkan bahwa ada sesuatu pengertian yg lebih dalam tentang iman, yaitu Iman (huruf besar).
Konstruk dua macam keimanan ini, saya ambil dari pelajaran tassawuf Islamiah.
Iman jenis pertama adalah percaya adalah sebuah hasil buah pikiran atas suatu kalimat-kalimat tertentu yg tidak kita ketahui, tapi kita paksakan utk diterima sebagai 'pasti benar'. Inilah yg saya sebut sebagai iman (huruf kecil), dan memang kecil (sempit) karena hanya sebatas kesimpulan2 pikiran yg dipaksa-paksakan utk diterima tanpa dipahami. Senyatanya ia ragu. Oleh karena itu, seumur hidupnya digunakan utk membongkar kitab sucinya utk meyakin2kan dirinya. Bahkan ia merasa perlu utk mengubah keyakinan orang ke dalam kelompoknya, hanya untuk membuktikan bahwa dirinya sudah cukup mempercayai. Ini jenis iman yg rapuh, Karena perlu kompensasi-kompensasi yg muncul dalam bentuk fundamentalisme.
Sedangkan Iman (hrf besar) atau sering disebut sebagai Nur Imani, adalah sebuah pengalaman langsung dalam tataran hakikat, dimana seseorang luluh dirinya dan yg tertinggal hanya Wajah-Nya : Cahaya di atas cahaya.
Kedua macam jenis iman tersebut, kalau diperumpamakan sebagai berikut :
Dua orang bertemu di sebuah padang gurun di bawah terik matahari. Satu adalah seorang Kalifah dan yang seorang lagi orang buta semenjak lahir.
Sang Kafilah di atas untanya berkata : "Aku melihat cahaya. Dunia ini penuh cahaya."
Sang buta menjawab : "Benar! Benar! aku ingin menjadi orang yg melihat Cahaya seperti kamu....oh, dunia ini penuh cahaya.........dunia pernuh cahaya.....!"
Selanjutnya si buta kembali ke perkampungan orang-orang butanya, lalu berteriak-triak mewartakan tentang cahaya. Dan seluruh penduduk buta itu berseru-seru lantang, "Cahaya, cahaya !". Tapi tak ada satupun yg pernah melihat, apalagi memahaminya.
Sampai suatu ketika, kawanan orang buta itu melakukan perjalanan di siang hari dan tersesat di perbukitan. Bertemulah ia dengan seorang pertapa yg sedang duduk disana. Pertapa itu berkata, "Disini terang, mengapa kalian membawa lentera mati?"
Kontan kawanan itu berteriak, "Kamu kafir! kafir! lentera ini Cahaya, cahaya ...cahaya.....!" Dan kawanan itu berjalan lebih lanjut ke dalam hutan. Tiba-tiba seseorang diantara mereka jatuh tersandung oleh sebuah batu besar, "Aduhh!!Seketika itu juga, teman2nya yg lain heran dan berpikir keras mengapa. Maklum mereka kan memang buta jadi tidak bisa melihat adanya batu. Dari pada malu tidak bisa menjawab karena telah sesumbar selama ini, maka mengaranglah cerita yg menurut pikirannya "logis" . Toh yg dikasih tahu juga sama butanya ama dirinya, sehingga yakin gak bakalan berani protes, maka bertitahlah dirinya, "Itu karena ketiadaan cahaya dihatimu maka menyebabkan kamu jatuh". (Padahal jelas mereka jatuh karena buta sehingga tidak melihat batu di siang hari bolong).
Itulah asal-muasal dari segala ngawurisme di kampung itu.
Sadarlah bahwa kita adalah orang-orang buta itu. Kita belum pernah secara langsung melihat cahaya itu. Oleh karena itu janganlah sombong. Karena kesombongan rohani adalah salah satu dosa besar dimata Sang Maha Cahaya.
Lebih baik kita gunakan waktu kita untuk saling membantu, saling menyembuhkan, agar satu persatu dari kita orang buta ini mulai melek matanya dan melihat cahaya itu secara nyata.-
 Mungkin ada yg sedikit bingung membaca uraian di atas. Apa perbedaan antara iman yg dlm agama dan yg  jelaskan di sini?....
 Jawabannya :
Kalau iman menurut agama semestinya anda sudah tahu bahwa pada dasarnya harus menyembah idol yg disediakan, untuk menjadi anak “baik”....”good boys” and “good girls:... patuh menuruti perintah harus begini begitu....tidak boleh tanya-tanya....bertanya tanda tak beriman....apalagi meragukan...itu adalah "pengaruh iblis". Bahkan kalau perlu ...sikap demikan mendapat hukuman. Bukankah demikian yang selama ini terjadi di lingkungan kita?
Tetapi apa yang saya pahami tentang Iman (saya bedakan dengan huruf besar) ...menurut penyelidikan tentang makna kitab-kitab yg sebenarnya...adalah suatu sikap batin yang muncul dari suatu realisasi understanding dan wisdom....suatu Clarity yg muncul karena 'kewadahan' melalui suatu proses laku yaitu pengalaman langsung dari membaca Kitab Kehidupan*. Jadi disini justru setiap penyelidikan dan pengarungan pengalaman selalu dianjurkan dengan didorong... Skeptisisme yang sehat atau pertanyaan kritis justru dirangsang ditumbuhkan.... dan selalu dianjurkan untuk tanyakanlah....pertanyakanlah....bertanyalah.....selidikilah....ujilah... buktikanlah sendiri.... Disitulah bedanya. Karena seringkali yang dianggap “baik” tidak lain hanyalah kebaikan semu yang digunakan untuk kepentingan kelompok semata (dengan mengorbankan keutuhan dan pihak lain).
Keharmonisan semesta justru kacau dan manusia saling menjahati satu sama lainnya atas nama “kebaikan” bahkan atas nama “Tuhan”. Sedangkan Iman (dalam huruf besar) Nur iman adalah sesuatu yang Real. Utuh tanpa pemisah-misahan. Natural. Spontan. Tentu saja yang semacam ini tidak mungkin muncul dari sekedar telan mentah-mentah suatu hapalan dengan modal kekeras-kepalaan dan mendungukan diri.
Secara diagramatik dapat digambarkan begini. Iman baru ada manakala sudah tumbuh wadah baru *disebut lahir baru , atau the animal mulai memiliiki Soul (Ruach HaKadosh) ....yg mana artinya menjadi Manusia *The Son of Man. Dan kelahiran baru itu adalah melalui proses penderitaan / perjuangan / laku / practice dalam kehidupan sehari-hari.Oleh karena itulah maka seorang guru akan mendorong muridnya untuk BERPROSES....bukan sekedar hapal dan telan bulat-bulat doktrin dengan kekeraskepalaan. Melainkan DITEMPA melalui AIR dan API melalui lipatan-lipatan taraf kejiwaannya. Setelah munculnya wadah baru itulah baru dikatakan seseorang memiliki Iman. Atau dengan kata lain WTR (Will To Receive / Keinginan Menerima) nya telah berubah menjadi WTB (Will To Bestow / Keinginan untuk Memberi). Yang perlu dilakukan seorang Gembala adalah menumbuhkan DESIRE untuk PROGRESS / mengalami pengalaman-pengalaman (karena dari penempaan itulah maka wadah baru terbentuk akibat proses 'reaksi kimiawi' dengan Cahaya yang Mengubah datang dari atas), BUKANnya menghambat atau mematikan jiwa orang demi kepatuhan semu yang akhirnya menjadi kerdil bagaikan tunas tanaman yg tumbuh ditutupi pot terbalik hanya dengan 1 lobang di atas.
Iman yang sejati tidak mungkin tumbuh bila manusia hidup secara mekanis bagai robot yang segala-galanya diatur dalam rumusan. Dengan demikian maka manusia tidak berkembang. Lihatlah dunia binatang,.......mereka hanya bisa dididik dengan hadiah dan hukuman (reward and punishment). Mereka bisa saja patuh dan penurut, tetapi tidak pernah berkembang selama ribuan tahun. Keledai tetap saja harus dicambuk untuk berjalan. Kucing tetap saja mencuri kalau tidak diawasi tuannya.
Manusia jelas berbeda. Manusia memiliki BUDHI. Itulah yang membedakan manusia dengan binatang. Melalui BUDHI inilah maka manusia bisa diberi pengertian dan dikembangkan kesadarannya. Maka janganlah sekali-kali mendidik seorang manusia dengan pendidikan ala cara mendidik binatang. Ia mungkin terpaksa patuh, tapi rasa sakit di dalam hatinya dapat menjadikan ia jahat. Oleh karena itu, dalam mendidik seorang anak manusia, haruslah sekedar memberi tuntunan dan PENGERTIAN. Tugas orang yang lebih dewasa adalah memberitahukan segala sesuatu manfaat-resiko, baik-buruk, dan alasan-alasan mengapa suatu perbuatan disebut benar atau salah. Sekedar MEMBERITAHUKAN / MEMBIMBING tapi dalam pelaksanaannya adalah terserah dari si murid sendiri. Tugas sang pengajar, pembimbing atau orang tua adalah memperhatikan dan menjaganya agar jangan sampai terjatuh ke dalam bahaya yg merugikan dirinya dan orang lain. Inilah yg dimaksud pengawalan bukan pembelengguan. Karena setiap orang tidak sama. Ada yang lamban ada yang cepat. Ada yang penurut tetapi ada juga yg pembangkang. Kadang-kadang murid yg nakal itu justru cerdas dan --melalui proses berliku-- pada akhirnya mampu melakukan lompatan-lompatan melebihi kemampuan gurunya. Semakin keras bola dibanting ke bawah, semakin tinggi dia mumbul ke atas. Mengapa sekedar memberitahukan dan menjelaskan segala sesuatunya dan bukan mengekang? Karena yang terpenting dalam diri seseorang adalah perkembangan jiwanya. Buat apa patuh seperti kerbau dicucuk hidungnya tapi jiwanya kerdil, walau umurnya sudah tua tapi mental intelektualnya tetap kekanak-kanakan? Melalui pengalaman langsung, pengujian, pengecekan dan penyelidikan realitas, maka jiwa seseorang menjadi matang. Karena disitu bukan faktor manusia lagi yg mendidik, tapi Tuhan secara LANGSUNG-lah yang membina dia melalui rentang hidupnya. Pengalaman-pengalaman “try and error” itulah yang memproses faktor-faktor batinnya menjadi matang, pertimbangan-pertimbangannya menjadi realistis dan mampu mengambil good-judgment berdasarkan realitas yg dinamis, relatif dan selalu berubah cepat ini. Pengertian “The Annointed” atau “Yang Terurapi” atau “Yang Terminyaki” itu juga dalam ranah penjelasan hal ini. Dimana bagai buah kelapa (atau buah Zaitun), dimana sabutnya harus dibuang terlebih dahulu. Batok kerasnya harus dipecahkan. Dagingnya diparut. Lalu diperas-peras. Dicampur air kemudian dipanaskan dengan api. Barulah keluar minyaknya. Kita pun sebagai manusia harus melalui suatu proses penggemblengan dan pemurnian barulah terjadi suatu peningkatan kualitas batin. Siapa yang menggembleng? Tiada lain tiada bukan adalah tangan-tangan Tuhan sendiri melalui realitas yang terjabar. Dan tentu penggemblengan dan proses kawah candradimuka itu artinya melalui tangan-tangan orang-orang yang tidak menyenangkan dirimu, menyanjung-nyanjung untuk menjatuhkanmu, musuh-musuhmu, dsb. Disitulah tangan Tuhan sendiri yang menempa kita untuk mampu melihat bahwa semua itu adalah karyaNya untuk mendewasakan jiwamu. Memiliki keyakinan menjalani semua aral melintang itulah yang disebut Iman (huruf besar). Bukan dengan cara memamer-mamerkan diri ke hadapan orang lain bahwa dirimu memiliki ‘iman’. Jelas itu suatu tanda bahwa kamu tidak percaya bahwa Tuhan maha mengetahui isi hatimu maka butuh pengakuan orang lain. Dengan kata lain, bila kamu ingin diakui sebagai beriman dihadapan sesamamu manusia, maka upah iman itu mintalah kepada manusia itu, karena bukan Tuhan yang akan mengupahmu!
 Terus pertnyaan:, apakah di wadah baru itu sudah tidak memiliki ego? Lalu apkh hubunganya sm penyelamatan?
Nah,...kalau pertanyaan ini sulit dijawabnya karena kita keterbatasan bahasa. Bagi orang yang belum dekat dengan realisasi atau minmal berlatih, maka impossible bisa memahami hal ini. Akibatnya akan debat kusir soal ego.
Begini saja............ Bila anda (kita semua) masih tebal egonya, ...maka melihat seorang Tzaddik pun akan melihat dia ber-ego. Bahkan kalau anda jadi muridnya, anda akan melihat dia sangat egoistis. Mengapa? Karena dia sedang berkorban untuk membedah operasi ego anda hidup-hidup tanpa obat bius. Anda harus melihat satu persatu "organ-organ" anda "diremas-remas, dipotong, dikeluarkan, dicuci dan dimasukkan kembali lalu dijahit dengan jarum yang tumpul".
Lalu, hubungannya dengan penyelamatan? Jelas! seperti dikatakan "Imanmu Yang Menyelamatkanmu" (Lukas 17:19)  Bila anda melalui PROSES penempaan itu hingga terangkat ke atas artinya anda menumbuhkan Iman. Dan Iman itulah yang yang menjadi WADAH BARU atau membentuk level Ruach dalam kehidupan anda. Maka dikatakan Imanmulah yang menyelamatkanmu (dari egoisme Under World).
Makanya kalau orang Jawa yang kuno dan kolot itu biasanya menasihati, "Wis mending setelan pabrik wae. Jangan diowah-owah lagi. Itu jadi yang paling awet, gak rewel, gak abis2in duit. Harganya juga gak jatuh kalau dijual lagi". Maaf, perumpamaan saja. :)
Yang kita mengerti kan cuman konsepnya saja. Konsep bertentangan tapi nama sama tidak ribut ...tapi ketika konsep sama tapi nama beda kok ribut? Aneh manusia itu. Itulah bukti bahwa kalian memberhalakan nama. Sama sama segalanya cuman NAMA....bukankah kita sudah diajar bahwa YHVH itu disebutnya sang Nama (HaShem alias The Name)? ..sementara kalau dijabarkan artinya "I shall be what I shall be" .....so....if He wants to be named Jesus....wants to be named Shiva, even if He wants to be called She, dsb....itu adalah hak Dia bukan hak kita manusia.... "Gue mau jadi apa Gue!" (lo kagak usah ribut) .....jadi kalian udah mendapat jatah revelasi nama masing2 dalam tiap budaya tiap bangsa kok ribut?...hehe..... Ribut itulah yg harus digugat, akar dari ILL-minded (batin sakit) itulah yg harus dipermasalahkan, bukan berkutat di isu nama yg sekedar label belaka.
..... kalau ribut hanya karena nama, itu tandanya tidak mengenal Tuhan. Omong kosong mengklaim satu-satunya pihak yang paling kenal Tuhan sementara pihak lain diveto tidak kenal. Lha wong di satu sisi promosi bahwa tuhannya untuk semua bangsa, maha kasih, maha ada, maha segalanya....tapi kok pilih-pilih dan sempit... Itulah inkonsistensi di taraf yg paling GROSS. Bila ada pemuka agama yang promosi bahwa pemahamannya SATU-SATUNYA yg tidak ada kontradiksi sedikitpun sementara 4 jarinya menuduh ke 4 agama lain full kontradiksi maka ketahuilah bahwa ia hanyalah tukang jual obat yg besar suaranya! Itu artinya sudah menipu dan memperalat umatnya sendiri yg dibuat menjadi dungu tersistematis lalu mudah dipermanfaatkan melalui akal-akalan Neuro Linguistic Programming (NLP) atau semacam hipnosis. Dan superimposisi konsep palsu seperti itu sungguh fatal akan menghambat pertumbuhan Iman yang sejati. Bagaimana mungkin orang menyimak realitas dan bertumbuh jiwanya dalam Kebenaran apabila pondasi pandangan terhadap kehidupannya adalah kepalsuan, ketidakbenaran, fitnah kepada liyan, penyimpangan, propaganda kelompok? Menghalalkan kekejian, kekerasan, hasutan, tuduhan, pemutarbalikkan, dusta, ingkar janji, dan segala macam jenis sikap lacur lainnya (tidak teguh setia pada prinsip kebenaran) ...apakah itu masih dapat disebut sebagai ajaran Tuhan??? Bagai menabur benih alang-alang bermimpi hendak menuai Padi!!
Memang kepalsuan itu mudah dibuat, rasanya nikmat dan menyenangkan hati, sementara bertemu muka dengan realitas itu terasa pahit dan menyakitkan. Tapi Iman sejati hanya mungkin muncul dan tumbuh dari proses mengalahkan diri (self-sacrifice, pengorbanan diri, mengalami derita, tempaan dari Tuhan semesta alam). Itulah proses memurnikan emas dari batu-batuan dan kekotoran-kekotoran mineral lain yang menyertainya.
Tiba-tiba ada yang nyelimur bukannya kalau masih anak-anak diajarkan aturan agama secara tertib dan disiplin utk membentuk karakter anak itu?
Tugas orang tua untuk mendidik dan membimbing tumbuh kembang seorang anak, tidak hanya secara fisik tetapi juga perkembangan mental batinnya.
Akan tetapi perhatikan beberapa hal berikut :
1. Bahan-bahan pendidikan dapat berasal dari berbagai macam sumber dan tidak melulu dari agama saja.
2. Bahan-bahan tersebut harus dipilah-pilah dan dipahami terlebih dahulu oleh orang tuanya. Dengan demikian maka tugas orang tua untuk memahami bahan-bahan tersebut secara utuh dan berdasarkan good-judgment (pertimbangan yg bijak) utk memberikannya kepada sang anak.
Tetapi khususnya dalam pelajaran agama, jangan paksakan anak untuk meyakini sesuatu yang ia belum dapat cerna. Apalagi cara itu dilabeli sebagai "iman" maka akan merusak pengertian sang anak tentang iman itu sendiri.
Kebanyakan anak2 baru sampai tahap pengenalan dan hapalan, tetapi belum bertumbuh Imannya. Oleh karena itu tugas orang tuanya untuk menumbuhkembangkannya melalui penjelasan, pengertian, memahami hubungan sebab-akibatnya, mengembangkan empati kepada liyan, melihat realitas hal-hal yg dibahas pada alam sekitarnya, dsb. Biarlah si anak bereksperimen tetapi orang tua harus menjaganya agar sampai terjadi benturan yg membahayakn atau mencelakai dirinya maupun mahluk lain. Biarlah ia merasa sakitnya jatuh, dan panasnya api...dengan demikian ia memiliki bekal penilaian yg realistis terhadap bahaya-bahaya di sekitarnya. Itu yg menjadikan dia bijak (melihat) bukan sekedar konseptual hapalan tapi tidak memahami apa yang dihapalkannya.
Melalui benturan, sakit, jatuh, gagal, kecewa...ia akan memahami bagaimana dirinya dalam hubungannya dengan alam sekitar dan tentu dengan Tuhannya. Dengan diberikannya ruang gerak menyimak realias maka yang akan tumbuh bukan sekedar WTR-nya (Will to Receive / keinginan utk menerimanya) melainkan juga WTB (Will to Bestow / keinginan utk memberinya). Hukum  aturan memang perlu dinyatakan..tapi lebih sebagai sebuah pemberitahuan bukan alat menyakiti atau membelenggu. Dengan demikian maka terjadi proses dimana wadah lama (WTR) membatasi diri untuk tidak semata memuaskan keinginan dirinya. Melainkan mampu mengendalikan diri (menderita) demi rasa sosialnya kepada yg lain. Inilah kunci yang akan menghancurkan wadah lama dan melahirkan wadah baru. Wada lama hancur atas keiginan pribadinya sendiri yang ingin menjadi wadah yang mampu memberi. Dengan demikian, kehendak Tuhan sudah menjadi kehendak pribadinya. Itulah yg dimaksud menjadi "citra"-Nya.
Berbeda dengan orang yg dibelenggu aturan / hukum / disiplin yg kaku,...selama-lamanya ia hanya belajar sebagai obyek penerima, tetapi tidak pernah menjadi subyek dalam hidup ini. Dengan demikian mental pengemis dan penuntutnyalah yg akan berkembang, bukan mental abundance (berkelimpahan) untuk mampu memberi (karena ia merasa sebagai Subyek). Yang mana meskipun merasa sebagai Subyek tetapi hubungan langsungnya dengan Tuhan artinya memberi ruang buat Tuhan untuk membimbingnya secara langsung. Disinilah KUNCI dimana 'wadah'-nya akan bertumbuh menjadi besar karena terus mendapat kucuran "The Light that Reform" (Supernal Sustenance from Above) pemeliharaan Illahi dari atas.
Seiring dengan pertumbuhan pengertiannya yang realistis, maka bertumbuhlah pula Imannya, yang adalah buah-buah terang yang bersinar keluar manakala dirinya menyala dengan minyak yang penuh.
Perhatikan melalui pengajaran imaji visual. Bayangkan bila pelita itu tidak berisi minyak yg dituangkanNya dari atas, mungkinkah ia bercahaya? Bayangkan bila wadah itu cacat, retak atau kekecilan atau penuh dengan kotoran sehingga walau terisi sedikit minyak tapi tak mampu menyala? Perhatikan juga bahwa wadah yg lama adalah wadah WTR, otomatis bukanlah suatu pelita, melainkan sebagi wadah yg menghisap (selalu meminta, menuntut untuk dirinya sendiri). Manakala Tuhan sudah mengubahkannya melalui proses penempaan menjadi wadah baru, barulah ia dapat dikatakan menjadi wadah baru (lahir baru) yg adalah pelita ini. Cahayanya itulah yang disebut bukti Iman. Ia mampu untuk bekerja memberi manfaat / kontribusi menghasilkan karya dengan penuh kecintaan (passion) sekalipun tanpa imbalan dari manusia, karena Iman-nya mengetahui bahwa pengupah adalah Tuhan sendiri.

Selasa, 17 Juli 2018

Ketulusan kelamin


Kalau Cinta itu dianggap sama dengan ketulusan Sex. Kenapa waktu hendak mendekati gadis tercinta kamu , alih-alih mengatakan "Aku sungguh  cinta padamu. Maukah kau menikah denganku?".... coba katakan saja pada dia
"Say, aku sungguh SANGE padamu. Maukah kau menikah denganku?".
Kan katamu Cinta itu sama dengan Nafsu, betul?
Hari Cinta Kasih disebut Hari Sex-sexan. Ya tow?
Coba.
Coba aja.
Coba deh kalau kamu konsisten dengan definisimu.
Lha terus si Mr p, ini apa bisa berdikari sendiri itu pertanyaannya?....
"Ane kan jadi repot mbah... di suruh bobok malah mencak mencak , apakah itu yg disebut animal insting?
Tapi jangan salah arti loh...
Aku bukan tipe ja'im lho. Keliru kalau kamu memandang aku konservatif dalam hal sex.
Ini persoalannya adalah sandwich alias ekstrim dari dua kutub : ekstrim hedonis dan ekstrim sok suci. Tapi di dalam satu pribadi, seringkali dimainkan dengan cepat bertukar posisi. Dan itulah PERVERT.
Swap by ?
Gini looh kang.....disatu sisi ada yang berusaha menghalalkan sexualitas dengan kamuflase syariat agama...disisi sebaliknya mereka menghujat sexualitas. walau ada pengesahan secara syariat tapi alasannya nafsu, iya... kan ayo... ngaku!
Di satu sisi muncul ethos bahwa hubungan baru sah dengan pengesahan institusi agama, tetapi sekaligus institusi yg sama menabukan seksualitas. Lalu mereka menjalin hubungan pernikahan dengan norma ketulusan-kelamin. Kelamin setia (tapi Rohnya entah setia kemana). Asal kelaminnya cuman satu lobang dianggap sudah hebat...padahal hasilnya neraka dalam rumah tangga. Keluarga jadi penjaranya. Keluar rumah spt kuda liar lepas dari talinya betul apa betul....
Bagi yang tidak masuk dalam nerakanya sendiri pun akan muncul ambivalensi terhadap masalah sex yg selalu menjadi sentral problem hubungan mereka berdua (salah satu penyebab frigiditas, merasa berdosa, dst).
Di satu sisi..Cinta saja gak sah tanpa institusi pernikahan formal, dus dengan kata lain ...tiada Cinta tapi ada surat nikah adalah sah. Bagi saya itu beli surat pengesahan untuk sesuatu yang lain (yg bukan Cinta)....bisa karena alasan :
#Duwit
#Setatus
#Prestise
#Tampil keren
#Politik, dsb.....
Sebaliknya ada yang tanpa surat nikah tapi ada Cinta dihakimi sebagai rusak iya kan....
Padahal karena dihambat remeh-temeh identitas primordial dan urusan-urusan politikal.
Akibatnya kekerasan dalam rumah tangga, anak-anak broken home, dsb dan sisi sebaliknya : perkosaan, perselingkuhan, dsb.
Kalau orang memahami betul makna Cinta, dan masyarakatnya tidak mendogmakan "cinta", maka hal-hal demikian tidak akan terjadi.
But now...
Dokumen pengesahan di jadikan legalitas utk memperkosa
Walau negara berusaha melindungi hak hak kaum hawa (korban sex) namun ada saja aturan dogma yg dibuat sak enak e dewe.... yg nikah sirri lah yg kawin kontrak lah... padahal itu cuma akal akalan manusia busuk
Saya menangkapnya seperti itu
Itulah maka meningkat tajamnya angka perceraian. Karena masyarakat dan pendidikan, bahkan HUKUM PERNIKAHAN-nya sendiri pun sudah PERVERT (yg tak lagi mampu membendung kompleksitas dan tuntutan zaman).
Disinilah terjadi fenomena : apa yang kau agem sebagai pandanganmu ..akan menjadi PENGKONDISI bagi sekitaranmu.
Jadi mana bisa ajaranmu ajaranmu ajaranku ajaranku???
Lha wong sikap tanduk perbuatanmu mempengaruhi kita semua dan banyak pengkotbah... ceramah dg sebegitu meyakinkan-agar banyak pendengar mau jadi pengikutnya.... padahal simpel kok untuk bisa punya pengikut yg "high level" , tinggal bagaimana kita ber "budhi" dengan sekitar kita maka ndak usah di suruh atau di paksa , pasti dengan senang hati mengikuti ajaran ajaran yg di ceramahkan.
Gimana jadinya kalau kamu hidup disebuah 'keluarga' yg buat aturan begini :
Kalau kamu makan diluar berarti kamu tidak setia.
Setia artinya harus makan masakan dapur rumah.
Lapar adalah masalah perut. Yang tidak ada hubungannya dengan masalah konformitas pada masakan di rumah...apalagi masalah kesetiaan.
Tapi manakala dua hal berbeda itu di-couple (di kaitkan jadi 1 hal), maka yang terjadi adalah konflik. TInggal mau konflik di DALAM diri atau konflik d LUAR diri.
Itulah maka saya melihatnya sebagai KEJI (karena tidak menyisakan ruang-hidup untuk tidak berkonflik).
Akhirnya hanya mereka-mereka yang pandai bermain sandiwara atau cukup keras kepala untuk mengingkari keaslian gerak jiwanya sendiri, atau cukup culas/licik yang bisa survive.
Ya kalau jadi PENGKONDISI yang baik ya ga masalah. Tapi kalau jadi pengkondisi SIMULACRA JAYA?
Itu masalahnya penjajahan jiwa.
TERITORI ditukar-ganti dengan selembar PETA.
Tidak pernah ada Cinta, tapi semua teriak "Cinta"...
...dan dunia kering kerontang jadi ladang pembantaian antara satu kaum dengan kaum yg lainnya.

Senin, 16 Juli 2018

SOLIDARITAS KEBERSAMAAN


    Solidaritas merupakan suatu sikap yang dimiliki oleh manusia dalam kaitannya dengan ungkapan perasaan manusia atas rasa senasib dan sepenanggungan terhadap orang lain maupun kelompok. Makna solidaritas dekat dengan makna rasa simpati dan empati karena didasarkan atas rasa kepedulian terhadap orang lain maupun kelompok. Pembedanya, rasa solidaritas ini tumbuh di dalam diri manusia karena adanya rasa kebersamaan dalam kurun waktu tertentu. Rasa solidaritas erat kaitannya dengan rasa harga diri seseorang maupun harga diri kelompok. Rasa solidaritas yang tumbuh di dalam diri manusia untuk kelangsungan hubungannya dengan orang lain maupun kelompoknya dapat menjadikan rasa persatuan yang dimiliki menjadi lebih kuat dan mantap. Rasa solidaritas yang dimiliki oleh seseorang terhadap orang lain maupun kelompoknya adalah suatu bentuk ungkapan dari penerapan pancasila.
      Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) pengertian solidaritas sendiri merupakan suatu sifat yang dimiliki manusia secara solider atau suatu perasaan setia kawan terhadap orang lain maupun kelompok. Rasa setia kawan yang dimiliki oleh seseorang terhadap orang lain maupun kelompok dapat membuat seseorang tersebut rela berkorban demi orang lain maupun kelompok tanpa adanya rasa paksaan di dalam dirinya.
      Pengorbanan yang dilakukan orang tersebut timbul berdasarkan rasa ikhlas yang cenderung merupakan ungkapan balas budi terhadap perlakuan yang pernah diberikan oleh orang lain maupun kelompok kepada seseorang tersebut.
Ungkapan rasa setia kawan sebagai bentuk dari rasa solidaritas mencerminkan keadaan seseorang dalam melakukan penerapan khususnya pada penerapan sila ketiga Pancasila.
Rasa solidaritas yang tumbuh dari perasaan setia kawan tersebut dapat menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan yang tinggi walaupun ada perbedaan yang menjadi penghalang dalam pengungkapan rasa solidaritas ini. .
        Pengungkapan rasa solidaritas seseorang terhadap orang lain maupun kelompok membutuhkan prinsip-prinsip tertentu agar rasa solidaritas ini dapat diungkapan secara tepat dan tidak melenceng dari pancasila dalam kehidupan bangsa. Prinsip ini nantinya dipergunakan sebagai pedoman oleh seseorang guna melakukan penerapan rasa solidaritas walaupun prinsip ini bukan merupakan sesuatu yang wajib untuk dipahami karena rasa senasib dan sepenanggungan merupakan sifat alami manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dan hubungan timbal balik dengan orang lain. Adapun prinsip rasa solidaritas diantaranya:
1. Rasa Senasib Seperjuangan
Rasa senasib seperjuangan merupakan dasar perasaan yang memicu timbulnya rasa solidaritas di dalam diri seseorang untuk orang lain maupun kelompoknya.
2:Rasa solidaritas diungkapkan sebagai bentuk ungkapan timbal balik seseorang terhadap orang lain maupun kelompok. Dalam ungkapan timbal balik ini, seseorang mempunyai tujuan tertentu salah satunya agar seseorang tersebut mendapatkan pengakuan atau dipandang oleh orang lain maupun kelompok. Solidaritas yang tumbuh cenderung mengkesampingkan perbedaan yang ada karena tingginya rasa senasib seperjuangan yang dimiliki.
Bentuk ungkapan timbal balik dalam diri seseorang melalui pengungkapan rasa solidaritas ini merupakan bentuk upaya yang dilakukan dari dalam diri seseorang untuk merawat kemajemukan yang ada di dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya, rasa solidaritas timbul dari dalam diri seseorang karena adanya jasa atau pertolongan yang diberikan oleh orang lain atau kelompok kepada diri seseorang tersebut. Oleh karena itu, bentuk ungkapan timbal balik melalui rasa solidaritas ini merupakan bentuk ungkapan balas budi yang dilakukan oleh seseorang terhadap pertolongan atau jasa yang telah diberikan.
3. Diungkapkan Sesuai Dengan Porsinya
Walaupun rasa solidaritas timbul karena adanya perasaan senasib dan seperjuangan, pengungkapan rasa solidaritas sebaiknya diungkapan sesuai dengan porsinya atau tidak diungkapkan secara berlebihan. Ungkapan rasa solidaritas yang tidak sesuai dengan porsinya cenderung menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang lain yang ada di sekitarnya. Selain itu, pengungkapan rasa solidaritas yang tidak sebagaimana mestinya dapat menyebabkan terjadinya konflik sosial di dalam kehiudupan masyarakat.
     Pengungkapan rasa solidaritas biasanya dilakukan dengan cara melakukan suatu aksi dengan skala kecil maupun skala besar sesuai dengan tujuan dan kepentingannya serta cenderung berbentuk penyampaian pendapat di muka umum. Oleh karena itu, penting bagi setiap manusia untuk memperhatikan peraturan dan undang-undang ketika mengungkapkan rasa solidaritas agar tidak menimbulkan ketidaknyamanan secara individu maupun umum.

     Pengertian solidaritas yang dimiliki oleh manusia semenjak lahir yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dalam kodratnya sebagai makhluk sosial dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan rasa solidaritas di dalam kehidupan sehari-hari merupakan bentuk nilai-nilai manusia. Adapun contoh penerapan rasa solidaritas dalam kehidupan sehari-hari manusia antara lain:
1. Gotong royong
Gotong royong merupakan contoh paling umum penerapan rasa solidaritas dalam kehidupan sehari-hari. Gotong royong sendiri merupakan bentuk cerminan. Penerapan solidaritas dalam gotong royong didasarkan pada persamaan tujuan untuk mencapai sesuatu dalam kehidupann sehari-hari. Bentuk ungkapan solidaritas melalui gotong royong dilakukan sebagai bentuk usaha dan upaya menyatukan berbagai perbedaan untuk memperkuat kesatuan dan persatuan masyarakat yang nantinya membawa dampak positif bagi persatuan dan kesatuan bangsa sehingga integrasi nasional dapat terwujud. Adapun beberapa tindakan yang mencerminkan rasa solidaritas melalui gotong royong diantaranya:
Kerja bakti lingkungan.
Kerja kelompok dalam menyelesaikan tugas sekolah.
Keikut sertaan dalam acara-acara kedaerahan di tempat tinggalnya.
2. Dukungan terhadap orang lain maupun kelompok
Rasa solidaritas juga dapat diungkapkan melalui bentuk dukungan terhadap orang lain maupun kelompok. Dukungan yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain maupun kelompok cenderung dukungan terhadap persamaan hak yang dimiliki. Ketika orang lain atau keompok yang telah berjasa bagi seseorang tersebut tidak mendapatkan persamaan hak baik dalam perlakukan maupun lainnya, maka seseorang tersebut akan melakukan dukungan atas dasar rasa solidaritas yang dimilikinya. Adapun contoh penerapan solidaritas yang diungkapkan dalam bentuk dukungan dalam kehidupan sehari-hari diantaranya:
@.Membela teman yang dituduh melakukan kesalahan oleh orang lain.
@.Memperjuangkan hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak bagi orang lain.
@.Mendukung salah seorang temannya untuk menjadi ketua kelas.
Demikianlah penjelasan singkat mengenai pengertian, prinsip, dan contoh rasa solidaritas di dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai makhluk sosial, rasa solidaritas harus tetap ditumbuh kembangkan di dalam diri kita karena selama kita hidup, kita memerlukan bantuan dari orang lain. Melalui rasa solidaritas yang kita miliki, kehidupan sehari-hari dalam masyarakat secara harmonis dapat tercapai. Kiranya artikel ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Sabtu, 14 Juli 2018

HARI MINGGU ANAK RANTAU



Semenjak mendapat gelar ‘anak rantau’, weekend menjadi waktu yang sangat membingungkan. Apalagi buat para BMI yang jauh dari keluarga.  Ada juga yang punya banyak rencana untuk berjelajah ke tempat-tempat yang mungkin asing bagi mereka. sedangkan saya, banyak hal yang mungkin bisa saya lakukan untuk menatap weekend dengan ceria salah satunya kumpul sesama BMI Brunei . 
            Sebenernya banyak hal yang bisa dilakukan buat mengisi waktu weekend. Dulu banget, ada salah satu hobi yang ‘agak gimana gitu’ sebagai pengisi waktu libur, Yaitu berburu seminar. Entah kenapa seminar jadi bagian penting pengisi waktu libur, bisa jadi semangat ala anak kos atau memang tema yang bagus tapi mungkin lebih pada gimana caranya weekend ini gue punya kegiatan sambil berharap snack dengan bonus makan siang, haha. . . Sebenernya kegiatan berburu seminar (apalagi gratis) menjadi rekomendasi yang baik buat kalian pemegang gelar anak rantau untuk mengisi waktu libur kalian. Kalo mencari $ rupiah sudah bisa jadi pegangan kalian minimal kalian harus percaya adanya sebuah manfaat dari apa yang kalian lakukan. Terhindar dari kuatnya grafitasi pergaulan bebas, selain dapat sarapan gratis atau kalo beruntung kalian bisa dapat relasi (yang mungkin bisa jadi jodoh).
            Dan beberapa waktu lalu, ada sebuah seminar dengan tajuk ramah-tamah sesama komunitas ARC. Sebuah fenomena yang mendapat banyak perhatian oleh banyak kalangan termasuk panitia. Sebenarnya udah lama sekali saya menghadiri acara seminar. Sepertinya tema kebersamaan yang membuat kaki saya melangkah ke sumber acara. 3 pakar yang dianggap memenuhi kriteria di hadirkan. Satu dari pihak pendiri satu dari lembaga angota, dan lainnya merupakan seorang budayawan. 
            Kemudahan masyarakat indonesia dalam mengakses internet di perkirakan menjadi alasan berkembangnya komunitas  apalagi perkembangan teknologi elektronik seperti gadget mendukung kemudahan tersebut. Gadget dengan berbagai ukuran dan harga bertebaran di pasar, semua masyarakat dari usia muda sampai tua bisa dengan mudah menggunakannya. Apalagi setiap aspek dalam kehidupan kita mulai memanfaatkan gadget sebagai alat untuk mempermudah kegiatan sehari-hari. Sekarang coba kalian lihat di lingkup kecil kehidupan anda, dari mulai keluarga, lingkungan RT, sekolah, tempat kerja, sampai public space. Coba kalian perhatikan siapa orang-orang yang tidak memiliki handphone tipe android, dari berbagai tipe. Bahkan di beberapa orang, mereka memiliki lebih dari satu handphone yang mungkin tipe dan merk nya berbeda. 
Kemudahan itulah yang kata deputi kominfo salah satu narasumber menganggap bahwa masyarakat indonesia belum siap dalam menghadapi cepatnya arus informasi yang berkembang belakangan ini. setiap orang bebas mencari, mendapatkan bahkan membuat informasi dengan atau tanpa klarifikasi. Beberapa aplikasi yang populer juga membantu berkembang pesatnya informasi dan juga komunikasi kepada siapapun di dunia. Apalagi ketika kita berbicara tentang kebebasan berpendapat sebagai buah dari demokrasi. Perasaan memiliki hak untuk berbicara, berkomentar dan berpendapat terhadap segala permasalahan juga menyebarkannya di dunia maya tanpa berfikir efek dari ungkapan kebebasan berpendapat itu yang di nilai sebagai salah satu aspek ketidaksiapan masyarakat indonesia.
Nah perkembangan komunitas ini kadang di modusi oleh oknum nakal memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi. Terdapat banyak sekali situs yang mengatas namakan media memberikan informasi-informasi yang terkadang tidak bisa di pertanggung jawaban. 
Persoalan tentang ini sendiri memang sudah menjadi perhatian tersendiri di semua kalangan. Munculnya beberapa forum yang mengatas namakan organisasi komunitas adalah sebuah respon masyarakat dalam bersosialisasi terjadi karena banyaknya permintaan tentang banyaknya pemantau dg minat yang sesuai dengan apa yang kita sebut dengan sebuah kebersamaan. Keadilan dalam pikiran 
Apresiasi khusus buat semua kegiatan tentang ARC dan  Keberadaan internet yang membuat arus informasi semakin cepat harus benar-benar kita sikapi dengan baik, penggunaan yang benar akan menciptakan kebermanfaatan. Internet memang memudahkan, tapi jangan dijadikan sebagai arus utama. Karena banyak sekali sumber informasi yang bisa kita dapat dari manapun. Termasuk dalam ketika kita mengikuti seminar-seminar, mendengarkan langsung dari para pakar. Mungkin teman-teman tidak bisa fokus ketika ceramah menjadi metode yang digunakan oleh pemateri di setiap seminar. Tapi percayalah ada beberapa hal yang membuat kalian bisa fokus. Moderator mungkin salah satunya J
Jadi, kemana kalian menghabiskan waktu weekend kalian para anak rantau? ARC. 

SEKIAN SEMOGA BERMANFAAT

Rabu, 11 Juli 2018

Senja kenangan



 Susi mengayun-ayunkan kakinya yang bebas di bawah meja kayu rumahnya   Tangan kirinya memegang sebuah buku dan tangan kanannya sibuk mengambil satu per satu manisan cerme hadiah dari kakanya  yang baru pulang dari Singapura. 
Satu jam Susi sendirian menghabiskan waktu. Menunggui suaminya yang entah lagi ngapain ke kebun mungkin survei kecil-kecilan padahal mereka sedang berlibur bulan madu tetapi berakhir dengan bekerja mendadak tanpa dibayar begini. Setengah hatinya jengkel, tetapi setengah yang lain bersyukur karena setelah kemarin sibuk membantu orang tuanya di rumah akhirnya ada waktu untuk menikmati suasana pegunungan yang menghadirkan segarnya angin, hijau pohon-pohon yang mulai bersemi.
“Buuk!”
Bunyi benda berdebam menginterupsi aktivitasnya. Ia berpaling, memeriksa benda seberat apa yang menyebabkan polusi pendengaran di tempat setenang ini.
“Kayak maling aja!” Susi, bergumam mengetahui Ary suaminya, menjatuhkan satu bendel naskah di samping perempuan itu.
Ary tersenyum lebar hampir terkekeh. Istrinya selalu bisa membuat suasana hatinya menghangat hanya karena kalimat ajaib yang ia keluarkan.
“Kamu terlalu serius, jadi perlu diganggu sedikit.” Ujarnya menahan tawa.
Susi hanya mesem lalu menggeser duduknya untuk memberi ruang pada Ary.
“Oh ya, ini?” Susi memungut bendelan naskah yang dilemparkan Ary tadi.
“Udah selesai kubaca,”
Susi melirik, hampir tidak percaya. Suaminya memang suka membaca buku. Walau kebanyakan adalah buku non fiksi atau yang berhubungan dengan tanaman. Bukan novel seperti hobinya, apalagi naskahnya yang seperti ini.
“Aku bisa bikin review-nya kalau kamu nggak percaya?”
Susi hanya manggut-manggut. Ada rasa puas mendengar suaminya membaca buku ini. walau sebenarnya tidak perlu mendesaknya untuk menamatkannya.
“Jadi, gimana?” tanya Susi minta pendapat.
Ary menoleh. Bertanya “apanya” lewat ekspresi wajahnya.
“Ceritanyalah! itu novel yang akhirnya kuselesaikan. Jadi, gimme your opinion, hubby?” tanya Susi lagi agak manja. Bahkan tangannya sudah melingkar di lengan Ary. Bergelanyut manja tak sungkan-sungkan. Sesuatu yang jarang terjadi kecuali Susi sedang merajuk. Mirip anak-anak.
“Suka. Bagus. Jalan ceritanya bisa dipahami. Konfliknya pas. Sayangnya, endingnya terlalu … yah, aku nggak terlalu suka” jawab Ary nyaris tanpa emosi.
Susi yang mendengar itu sebenarnya agak lega kecuali satu hal. Nggak suka? Subjektif banget Ary bilangnya. Padahal dia kira, laki-laki itu akan suka?
Why?” tanyanya ingin tahu.
Ary terkekeh. Ia agak malu mengatakannya. Karena pasti Susi akan habis-habisan menertawakan jawabannya. Yah, tapi ia bukan tipe orang yang bisa mencari analogi yang tepat untuk mengganti jawaban. Lebih tepatnya, ia tak pandai berdalih. Tak seperti istrinya.
“Karena nggak ada yang mirip aku karakter cowoknya di situ,” ujarnya akhirnya.
Susi terdiam beberapa detik. Perlu waktu untuk mencerna maksud dari kalimat Ary. Sampai akhirnya tawanya pecah. Menganggap alasan Ary adalah sesuatu yang absurd dan menggelikan.
“Ah, sesuai dugaan. Aku tahu kamu bakal ketawa.” Ucap Ary pasrah.
Susi masih berusaha menahan tawanya meski itu pekerjaan yang sia-sia. Ia merasa kadang-kadang Ary itu pintar main srimulat. Atau memang dia terlalu polos sampai-sampai Susi tidak akan kehilangan humor jika berada di samping Ary.
“Sori-sori, aduh, aduh, perutku sakit. Ahahaha. Ya ampun. Kamu lucu banget, sih?”
“Kuanggap itu pujian, deh.” Kata Ary sambil mengunyah cerme. Manisan di sampingnya lebih enak daripada pujian Susi, pikirnya.
“Yah, novel ini bukan tentang kita, sih. Makanya kamu nggak ada,” Susi menjelaskan.
Beberapa detik mereka dalam hening yang menenteramkan. Menyelami pikiran masing-masing. Mencipta kenangan manis dan mengudap manisan memang komposisi yang pas.
“Mas … ”
“Hm?”
Susi dan Ary sama-sama menoleh. Membaca pikiran masing-masing dengan hanya saling menatap. Menunggu siapa yang akan lebih dulu berujar. Pernyataan Susi. Atau pertanyaan Ary untuk Susi.
Beberapa detik telah berakhir, dan di antara mereka tidak ada yang berkata lebih dulu. Hanya bahasa isyarat dan gerak yang Susi berikan. Ia meraih tangan suaminya. Membuka telapak tangannya dan mengamatinya beberapa saat. Tangan yang besar dan kokoh. Walau tidak dengan tubuh suaminya yang tergolong ramping. Atau jika harus Susi katakan, kurus untuk ukuran laki-laki yang telah menikah.
“Inget waktu pertama kali kamu main ke rumah?” tanya Susi.
“Yang kapan?” Ary tidak lupa kapan dia pertama kali datang ke rumah Susi untuk memintanyas pada ayahnya. Tetapi, laki-laki itu hanya ingin tahu ke mana Susi akan membawa percakapan ini.
“Yang sore-sore, waktu itu hujan. Jadi kamu pamitnya agak molor. Sampai nunggu hujannya reda. Masa nggak inget?” Susi memberikan petunjuk.
“Oh, kenapa emang?”
“Kamu bawa Coklat. Tapi bukan buat aku. Mana pas hari valentine lagi. Padahal tangan udah siap menerima. Huh!” kata Susi sambil mencubit-cubit telapak tangan suaminya. Gemas sekali melihatnya. Tangan itulah yang membuat dirinya malu setengah mati. Walau dia tahu Ary melakukannya dengan alasan yang tepat. Salah satu bentuk penjagaan. Kelewat menyebalkan sayangnya. Bohong jika Susi bilang ia tidak tersinggung
“Oo, Cokelat itu? Ya kan buat valentine, kamunya enga ada.” Ary membela diri.
Susi manyun. Alasan suaminya selalu basi. Meskipun senyum malu-malu tiba-tiba terbit di ujung bibirnya. Perasaan lega kembali memenuhi dadanya. Ia tak henti bertasbih. Ia memang harus selalu mengungkap syukur.
“Tapi kan udah aku ganti, aku bawain bunga Aster, kan? Bunga hidup lagi!” Ary mengingatkan.
Susi mengerlingkan darinya. Mengingat nasib tiga pot bunga malang itu tak terselamatkan ia pelihara membuat ia setengah dongkol dan merasa bersalah.
“Gara-gara bunga itu, aku trauma pelihara bunga, tauk! Kamu tahu sendiri aku nggak punya bakat berurusan sama tanaman kecuali udah dipetik. Jadi nggak lagilah kasih hadiah bunga hidup dalam pot gitu. Mending kamu sendiri aja yang urus!”
Ary mendelik, baru tahu informasi ini. Wah, ia sudah mengira itu akan terjadi.  Susi memang tidak cocok berurusan dengan tanaman. Tapi akhirnya ia terkekeh juga.
“Kok ketawa, sih? Lagi sedih juga, karena bunganya mati semua!”
“Hehe, nggak. Cuma aku udah ngira kalau tangan kamu nggak cocok sama tanaman.” Ucap Ary tanpa dosa. Kini Susi yang mendelik.
“Setidaknya, beberapa bulan lalu, kamu udah belajar. I appreciate the efforts.”Ary mencoba meluaskan hati Susi Menyemangatinya yang mau belajar mengenal tanaman.
Kepala Susi beberapa kali mengangguk, mengganti jawaban terima kasih. Setidaknya Ary telaten mengajarinya. Sehingga tanaman tidak mati dengan cepat walau Ary lama keluar kota untuk urusan kerjaan.
“Mas ….”
“Apalagi?”
Susi ingin mengucapkan sesuatu, tetapi urung. Mulutnya yang sedikit terbuka kembali menutup, “Nggak ada. Hehehe.”
“Setengah kalimat lagi ngomongnya. Kamu kebiasaan, deh!” Ary komplain
Geming kembali mengisi ruang di antara mereka. Walau menyisakan tanya, Ary berusaha menahan diri. Setidaknya bukan sekarang waktu yang tepat. Sebab di depan mata mereka, senja akan terbenam.
Senja. Bagian semesta setelah hujan yang Susi suka. Walau perempuan itu tidak pernah bercerita menyukai keduanya. Tetapi Ary adalah pengamat ulung. Atau mungkin dia sudah menjadi stalker istrinya sejak kali pertama membaca namanya.
                 Susi suciyanti
Perempuan yang membuatnya terpesona sejak mengeja namanya saat senja kala.

Jwes

Kesamaan kita dengan Jew adalah bahwa Jati Diri kita hendak dihapuskan. Tapi Jew memang 'keras kepala' tidak mau membuang Jati Dirinya semenjak 2000 tahun yang lalu, walau ratusan upaya genocide (pembantaian massal) telah dilakukan.
Karena mereka memberi contoh pertama di dunia ini (mungkin sebagai pilot-project Tuhan), maka itulah mengapa dikatakan mereka sebagai pemegang KESULUNGAN.
Maka belajarlah dari kasus percontohan ini!

Sabtu, 07 Juli 2018

SEMPURNA


Kita hidup di era modern ini telah terdelusi sedemikian rupa oleh iklan-iklan komersial yang mengiklankan produknya paling murni, paling asli, paling sempurna , jaminan kepuasan100%.
Itu adalah dusta yang meracuni batin kita.
Pertanyakanlah : apa kriteria murni itu? apakah kriteria asli itu? apakah kriteria sempurna itu?
Adakah dalam realitas?
Semua fenomena adalah gabungan dari berbagai macam komponen pembentuknya. Antara satu dengan yang lain sekalipun sejenis, tidak ada yang sama persis. Itulah yang disebut UNIK. Dan keunikan membawa konsekwensi kepada KEBERAGAMAN (variance).
Demikian pula dalam anda mencari pasangan hidup. Apakah mungkin menemukan 100% pasangan yang sempurna??
Kecuali seseorang sedang berdusta memasangkan status sedemikian di halaman FB-nya untuk melampiaskan insecurity-nya ke teman-temannya agar terlihat lebih. Sebuah cara menyakiti yang halus.
Ketika sesuatu betul dijalani, maka akan segera tampak ketidaksempurnaan2.
Mengapa?
Karena ketidak-puasan (unsatisfactoriness) adalah tekstur utama dalam realitas ini. Dan itu memang by design sedemikian rupa diciptakan oleh Tuhan, karena Dia menghendaki jiwa kita bertumbuh, bukan untuk bersenang-senang di dunia ini. Tuhan memberi apa yang paling dibutuhkan oleh jiwa kita agar berkembang 
Demikianlah pula dalam mencari calon pemimpin, atau bahkan Presiden. Adakah seseorang yang memiliki 100% kualitas sempurna?
Dan ingat, semisal ada 100 kepala, maka masing-masing kepala akan memiliki kriterianya sendiri-sendiri tentang apa yang disebut kesempurnaan. Anggaplah sebuah dunia ideal yaitu tingkat kepuasan mereka terdistribusi rata dari yg paling suka hingga paling benci sehingga angkanya jatuh pada 50:50.
Pertanyaannya adalah : so what?
Apakah lantas harus bertarung antara yang 50 suka dan 50 yang benci?
Bila demikian itu adalah kekanak-kanakan.
Anda lupa apa tujuan anda memilih seorang pemimpin. Yaitu : memimpin seluruh rombongan untuk dengan selamat melampaui padang tandus mencapai tujuan (tanah terjanji) dalam suka maupun duka.
Dengan kata lain : ia akan membawa anda melalui suatu proses yang DIBUTUHKAN (bukan yg diinginkan looh...) untuk menempa kualitas jiwamu semakin matang (dewasa.) 
Bila anda mengerti demikian, maka berhentilah cengeng dan bersikap membangkang bila segala sesuatu tidak berjalan 100% seperti yang kau inginkan. Bahkan sekalipun ibumu sendiri yg jadi presiden, pasti kau pun akan menerima jeweran bila kurang-ajar.
Oleh karena itu, maka batin yang tidak terdelusi oleh nafsu kenikmatan dan segala ilusi kesempurnaan, disebut sebagai ORDINARY MIND. Batin yang biasa-biasa. Batin yang mengisi Ruang-Hidup (Life-space) nya dengan sebagaimana apa adanya (as it is).
Dan dunia menjadi indah, bukan karena satu orang luar biasa, tetapi karena semuanya biasa-biasa saja dalam ketulusan dan keaslian hidup yg otentik. Saat itu terjadi, maka Nama Tuhan serta-merta termuliakan (bukan namamu atau namaku, atau nama siapa / apa pun manusia yg pernah ada di bumi ini).
Selamat pagi dinihari 

                      :Doa :
Ya, Tuhan ampunilah aku karena selama ini telah terlalu mencari kemegahan buat diriku sendiri. Aku telah mengejar kesempurnaan di dunia ini , lupa bahwa hanya Engkaulah tempat kesempurnaan. Dan ampunilah kami sering mengeluh dalam ketidaksempurnaan kami, dalam ketidaksempurnaan pasangan kami, pada saudara kami yang lain, pada karyawan kami...sehingga menjadi manusia penuntut yang lupa diri....lupa melihat kehadiranMu dalam setiap peristiwa dan hubungan. Lupa bahwa diriku sendirilah yang harus dikoreksi manakala melihat ketidaksempurnaan diluar sana.
Ya, Tuhan ajarilah kami menerima setiap kecacatan kelemahan diri kami sendiri dan sesama kamii. Bawalah kami agar mampu melihat karya tangan-tanganMu yang senantiasa bekerja dalam setiap hal-hal yang di mata daging kami yg pongah ini.. terlihat tidak sempurna. Mampukanlah kami melihat keindahan dari hal-hal yang tampaknya remeh temeh dan sering kami abaikan karena ambisi-ambisi dan mimpi muluk-muluk kami. Sadarkanlah kami atas sifat2 palsu dari batin kami sendiri yg selalu dirundung oleh kegelapan, keserakahan, kebencian,...dan bawalah kami keluar untuk menyeberang mengenali sifat asli Batin Illahi yang meliputi segala-galanya tanpa membeda-bedakan sudah indah semenjak awal dan akhirnya.
Kami percaya bahwa Engkau mengajar kami dalam setiap peristiwa dalam ruang hidup kami masing-masing. Kami yakin bahwa Engkau senantiasa hadir dalam setiap detik carut-marutnya dunia ini untuk menempa kami.
Amin.. . . . 
Rahayu!

PREPEGAN

– Apa yang ada dibenak anda ketika mendengar kata Prepegan ? Masyarakat Desa kebumen tentu tidak asing lagi mendengar kata Prepe...